Postingan

Menampilkan postingan dari 2017

Pria di Bulan Desember

Desember, bulan perkenalan kita dulu. Ingatkah kamu dengan lucunya awal perkenalan kita? Aku sangat ingat betul alur-alur dari perjalanan kita. Desember 2013, Bulan manis penuh suka, aku menjadi perempuan beruntung kala itu, aku akui memang begitu adanya. Hingga berangsur-angsur aku tetap menjadi perempuan yang bahagia. Perempuan yang sangat dicintai oleh pria sepertimu, aku bahagia, sangat! Desember 2014, Aku masih menyandang status perempuan paling bahagia dimuka bumi ini, perempuan yang teramat beruntung dicintai oleh pria sepertimu. Aku tak bisa berkata-kata dengan bulan ini saking bahagianya. Kamu berjanji di Desember selanjutnya tepat akhir tahun akan menghabiskan waktu bersamaku, tak kalah senang aku mendengarnya. Benar-benar perempuan paling beruntung. Desember 2015, Hatiku patah, hancur, remuk---melihat postingan instagram mu dengan wanita lain. Tampak raut wajah gembira tertera di bibirmu. Sungguh kacau Desember kali ini, dan aku merasa benar-benar menjadi perempu...

Hanya Aku

Mungkin kamu bisa berpaling dariku, mungkin kamu bisa menemukan orang lain selain aku. Tapi, sayang, kamu tidak akan menemukan orang lain yang mengenalmu sebaik aku. Kamu tidak akan menemukan orang lain yang mampu menjagamu sebaik aku. Kamu tidak akan menemukan orang lain yang mengetahui ceritamu selain aku. Kamu tidak akan menemukan aku dalam dirinya, tidak akan.  Karena, hanya aku. Kamu tidak akan bisa membahas lucunya komik-komik karangan Nurfadli Mursyid dengannya, karena dia tidak membacanya, dia tidak akan tertawa sekeras diriku, dia tidak akan meladenimu. Kamu tidak akan bisa membicarakan musik seperti yang biasa kita lakukan, karena dia tidak menyukainya. Kamu tidak akan bisa melakukan hal-hal yang biasa kita lakukan berdua karena dia bukan aku. Dan, kamu tidak akan menemukan diriku dalam dia. Karena, hanya aku. Dia bukan aku yang mengetahui semua ceritamu sejak hari pertama. Dia bukan aku yang selalu kau tuju ketika kau ingin berbagi cerita. Dia bukan aku ...

Aku harus apa?

Aku termenung; samar-samar, sekelebat ingatan tentangmu muncul di benakku. Ingatan yang membekas tentang dirimu tidaklah indah, melainkan sebuah siksaan terhadap hati yang terluka. Sekarang; kau datang bagaikan malaikat penolong, kau selalu datang menebar senyuman. Namun di lain waktu; kau pergi meninggalkan tangisan, menyayat lubuk hati sampai mati. Lalu bagaimana diri ini memilih antara tinggal atau pergi? Tolong, jangan begini. Kau hanya memperumit keadaan tanpa adanya perubahan. Aku harus apa? Melangkah pergi atau diam menanti? Sekarang, kau harus memilih. Kau ingin aku diam disini atau melangkah pergi? Jikapun kamu ingin aku pergi, aku mohon kepadamu; untuk tidak lagi masuk kedalam hidupku, mengurus apa-apa yang berkaitan denganku. Karena, ditinggal saja sudah cukup bagiku, aku tidak ingin rasa sakitku bertambah ketika aku mencoba melupakanmu tapi kamu masih saja berkeliaran dihadapanku.

Jangan Kembali (tuk) Mengulang

Bagian mana dari percakapan-percakapan kita yang benar-benar kamu lupakan? Pelukan mana yang sudah mampu kamu hilangkan? Bukankah begitu banyak hal yang kita sepakati? Lalu, kenapa tiba-tiba semua menjadi tak berarti? Bagaimana kamu mampu melukai seseorang yang pernah dengan sepenuh hati kamu peluk dengan rindu? Apa kamu lupa, kita pernah sedekat nadi tentang bahagia? Di malam yang terasa dingin ini, aku ingin memelukmu lebih lama. Mungkin, tidak akan mengubah apa-apa, tetapi setidaknya bisa menenangkan pikiran-pikran burukku yang gusar. Apa tidak terlintaskah di kepalamu tentang hari-hari yang lalu? Perihal yang pernah sama-sama kita simpan dalam hati. Kamu mungkin sudah lupa hari-hari penting yang pernah kita lalui. Jalan-jalan yang pernah kita tempuh. Atau semua kenangan yang pernah membuat kita benar-benar utuh. Namun, bagiku semua tetap saja sama. Semua kehilangan masih saja menjadi hal yang aku miliki. Hal-hal yang tak pernah bisa lepas, meski bagimu semuanya mungkin sudah ka...

Perihal Aku

Apa kabar? Terlalu kakukah bila aku membuka tulisan ini dengan bertanya kabarmu? Namun bila bertanya tentang kesungguhan, aku benar-benar ingin tahu bagaimana kabarmu sekarang, aku benar-benar sangat ingin tahu keseharianmu sekarang. Baik-baik kah kamu disana? Aku ingin sekali menjelaskan kegelisahan yang tak kunjung usai, bahkan hingga saat aku menulis ini. Sungguh sudah membatu rasamu, sudah pudar pula dibawa sang angin malam. Katamu kamu ingin menikmati kesendirianmu tanpa ada aku di dalamnya. Maka sejak saat itu aku selalu mengurungkan niat bilamana hasrat ingin mengirimkanmu beberapa pesan. Bahkan kontakmu sudah tidak ada diponselku. Untuk kesekian kali aku mohon maaf bila ini memang salahku, mungkin aku membosankan, atau memang itu hanya alasanmu, entahlah. Aku minta maaf bila banyak mimpi yang aku sia-siakan begitu saja, bila harap yang kuhancurkan begitu banyak, bila rinduku ini mengusik waktumu. Andai kamu bisa lebih mengerti kondisiku, betapa kalutnya aku, betapa reda...

Argumentasi Hati

Kita sama-sama mempunyai hati, bahkan kita juga pernah mengalami sakit hati yang teramat pedih bukan? Lantas, jika kita sama-sama mempunyai hati dan pernah mengalami sakit hati, mengapa kau lakukan ini padaku berulang kali? Bukankah kau juga pernah merasakan sebuah karma yang teramat sakit? Lalu, kau mau mengulanginya kembali? Bodoh, Bukan harus mengulangi hal yang sama, sedangkan kita pun tahu akan ada sakit teramat sakit yang akan diterima. Bagaimana jika hati yang aku punya kau gores terus menerus lalu ia berhenti untuk mencintaimu? Apa kau siap menerima semua karma yang pernah kau alami? Jika sampai saat ini kau masih berdiam diri, jangan salahkan aku ketika aku pergi nanti. Tapi, tanyakan pada hatimu yang sudah hampir mati. Karena kita sama-sama mempunyai hati, jadi kurasa kau tahu bagaimana rasanya sakit hati. Untuk sementara maafkan aku pergi, karena hati butuh menyendiri agar bisa pulih kembali. Aku akan kembali jika kau sudah berdamai bersama h...

Aku (tak) Marah

Kau tahu rasanya menangis hingga sesegukan karena ditinggalkan? Bukan, maksudku karena pernah diistimewakan, kemudian diabaikan. Kau tahu? Aku merasakannya. Ada satu ketika aku pernah dianggap sebagai sosok olehmu. Dianggap sebagai perempuan yang pantas diperjuangkan, yang pantas untuk diistimewakan, dan yang pantas untuk dibanggakan. Perempuan mana yang tak menaruh harap pada laki-laki yang memperlakukannya seperti itu? Lalu, ketika aku mulai tak tanggal darimu, kamu pergi meninggalkan. Kamu mulai tak mendengar apapun yang aku katakan. Kamu mengabaikan semua kekhawatiranku. Kamu melakukan apapun tanpa lihat adanya aku disini. Bahkan, kamu seolah melupakan bahwa kamu pernah menganggapku sebagai sosok yang kamu banggakan. Kau tahu rasanya menjaga perasaan dengan sangat tetapi dibalas dengan semua kekecewaan? Kau tahu? Apa kau tahu rasanya dituntut menjadi semua yang kamu inginkan tetapi tak ada balasan sedikitpun darimu? Dan hanyalah angan yang ku dapat? Kau tahu? Aku ...