Jangan Kembali (tuk) Mengulang

Bagian mana dari percakapan-percakapan kita yang benar-benar kamu lupakan? Pelukan mana yang sudah mampu kamu hilangkan? Bukankah begitu banyak hal yang kita sepakati? Lalu, kenapa tiba-tiba semua menjadi tak berarti? Bagaimana kamu mampu melukai seseorang yang pernah dengan sepenuh hati kamu peluk dengan rindu? Apa kamu lupa, kita pernah sedekat nadi tentang bahagia?

Di malam yang terasa dingin ini, aku ingin memelukmu lebih lama. Mungkin, tidak akan mengubah apa-apa, tetapi setidaknya bisa menenangkan pikiran-pikran burukku yang gusar. Apa tidak terlintaskah di kepalamu tentang hari-hari yang lalu? Perihal yang pernah sama-sama kita simpan dalam hati.

Kamu mungkin sudah lupa hari-hari penting yang pernah kita lalui. Jalan-jalan yang pernah kita tempuh. Atau semua kenangan yang pernah membuat kita benar-benar utuh. Namun, bagiku semua tetap saja sama. Semua kehilangan masih saja menjadi hal yang aku miliki. Hal-hal yang tak pernah bisa lepas, meski bagimu semuanya mungkin sudah kandas.

Hari-hari itu masih saja berulang di kepalaku. Di tanggal-tanggal yang sama, di suasana pagi dan senja yang sama, di setiap hembusan udara yang tak mampu membuat rindu reda. Kamu barangkali merasa semuanya sudah biasa saja. Semua kisah yang pernah kita lalui seolah usai sudah segalanya.

Aku pernah menjadi tempatmu bersandar kemudian tiba-tiba membuatmu menghindar. Kamu menjadi seseorang yang mengingkari janjimu sendiri. Kamu tak pernah tahu bagaimana sesak yang kutanggung karena ulahmu. Setiap malam dan pagi buta, aku harus menenangkan segala resah jiwa. Apakah benar begini caramu untuk mendapatkan bahagia? Inikah yang dulu kamu sebut cinta?

Jangan merasa bahagia dengan melukaiku. Kamu harus tahu, kamu hanyalah bagian dari masa lalu yang pernah singgah. Semua perihal kamu mungkin tak bisa terhapus begitu saja, tetapi kupastikan semua yang kujalani hari ini tidak ada lagi untukmu. Kamu bukan sesuatu yang menarik lagi untuk ditunggu. Meski masih sesekali melintas di pikiran, kamu bukan lagi seseorang yang menyenangkan untuk dirindu.

Selamat menyelamatkan dirimu. Bawalah semua yang kau anggap kebahagiaanmu menjauh dariku. Jangan mencariku saat kamu kesepian atau terluka. Aku bukan tempatmu menumpahkan cerita sedih belaka. Sebab yang disebut cinta bukan yang datang menyembahkan luka, tetapi juga yang datang menyembuhkan untuk bahagia bersama.

Aku memang tidak sehebat kamu perihal melupakan. Tidak bisa bagiku secepat itu merelakan. Namun percayalah, detik demi detik berlalu perasaanku hilang dengan sendirinya. Biarlah semua berjalan dengan tenang. Sebab aku pun pernah mencintaimu dengan penuh kenangan.

Kamu ingin melakukan apa saja, aku bahkan tidak peduli lagi. Rasa sedih yang dulu bertahan berbulan-bulan itu ternyata perlahan pergi. Kini, semua terasa hambar, kabarmu bukan lagi yang membuat dadaku berdebar. Selamat bahagia disana, semoga segala yang kamu terima bukan kejahatan yang sama.

Pernahkah kamu belajar memahami? Bahwa melupakanmu adalah jalan yang sangat amat panjang yang aku tempuh sendiri. Aku harus melangkah pelan-pelan, agar tak jatuh dan tetap bisa sampai ke tujuan. Rasa sedih ini butuh waktu yang panjang untuk pulih kembali. Tetaplah menjauh agar hidupku bisa kujalani dengan seharusnya lagi.

---dua puluh lima

Komentar