Tuan Sirius

Ada sesuatu yang tengah menggangguku akhir-akhir ini, kamu berotasi di kepalaku semenjak sore itu, kini semuanya menjadi tak biasa. Bintang memintaku untuk menceritakan apa yang aku alami sore kemarin dan hari-hari kita sebelumnya, bolehkah?

Sore kemarin, saat hujan jatuh di pelataran petang, kita menikmati setiap obrolan maupun candaan di pinggir jalan basah itu. Tawamu yang seketika menyembunyikan jendela mata hitammu, menyipit dan penuh ranjau itu terlalu indah bagi perempuan seperti aku.

Rintik hujan, motor hitam, dan pisang cokelat hangat menemani kita pada petang itu. Dengan berbalut mantel hujan dan celana putih abu-abu yang sudah basah kuyup, kamu membuatku kembali ke duniaku yang berwarna---dunia yang dimana isinya hanya terdapat kebahagiaan yang aku rasakan.

Lontaran-lontaran manis selalu kamu ucapkan, pipiku tak bisa menyembunyikan semburat merah yang mendadak keluar, getaran-getaran di jantungku kian mencepat, entah aku bingung dengan semua ini.

Ketika mata kita bertemu, tanpa sadar bibir ini memunculkan senyum yang malu. Tawa menjadi canda, dan bahagia kian nyata.

Persahabatan antara kita berdua memang sudah sangat amat baik, dekat denganmu aku selalu tersenyum, bersenang bersamamu rasanya aku lupa diri---bahwa kamu dan aku hanyalah seorang sahabat.

Perasaan ini seharusnya tidak ada di antara kita berdua. Maafkan aku kalau aku mempunyai rasa yang tidak seharusnya ada. Kalau dirimu tahu tentang perasaan yang aku rasakan ini apakah nantinya kita akan tetap sama?

Kamu,
Bukan penyihir, bukan juga tokoh fiksi. Tapi, mengapa kamu mempunyai kekuatan hingga aku bisa memerhatikanmu tanpa menoleh sedikitpun?

Kamu,
Yang selalu aku ingat ketika hujan turun,
Yang selalu aku singgung dengan Tuhanku.

'Wahai Allah, jika bukan dia, bolehkah aku memintanya dengan keras kepala?'

Banyak bintang di langit sana yang bertaburan, biarkan aku mengambilnya satu untukmu. Sirius. Iya, sirius. Bintang dengan cahaya paling terang di langit, cocok untuk lelaki sepertimu.

Stasiun, halte, high heels, cokelat silver queen, rintik hujan, dan jalanan-jalanan itu menjadi saksi adanya kita.

Pertemuan-pertemuan kita, bagaikan kayu yang tertancap di tanah dan selalu aku ingat dan aku khayalkan, berharap hari esok kembali terulang. Sepertinya, bintang sedang tersipu malu mendengar ceritaku.

Derasnya perjumpaan yang terjadi di antara kita, mau tak mau ikut mendorong hatiku untuk menjelajah pada kedekatan yang belum jelas namanya ini.Tiada malam tanpa senyum-senyum sendiri membaca pesan-pesan yang kamu kirim padaku. Apalagi siang, rasa-rasanya aku ingin terus menerus melihat wajahmu.

Aku tak pernah mengira, jika ternyata kamu yang dikirim Tuhan untuk mengantarkan bahagia. Aku tak pernah mengira, jika ternyata kamu yang membuat hari-hariku kian berwarna. Adanya kamu selalu menyuguhkan senyum baru. Karena kamu, tak ada lagi hariku yang kelabu. Kamu yang selalu ada, yang selalu memunculkan rona merah sehabis tawa.

Kamu,

Sirius pembawa bahagia.

---teman pulang bareng

Komentar